Home
IBU DAN PERADABAN ISLAM

IBU DAN PERADABAN ISLAM

Oleh: Ustadz Ridho

Hindun binti Utbah.
Saat anaknya masih kecil, ada yang berkata kepada ibunya bahwa kelak anak ini menjadi pemimpin bagi kaumnya.
Hindun berkata, “Celakalah dia, kalau hanya menjadi pemimpin bagi kaumnya saja!”
Anak itu besar dan benar memimpin bumi, bukan hanya kaumnya. Muawiyah radhiallahu anhu.
(Inilah Ibu yang tak rela dengan hasil yang sederhana)

Seorang ibu. Suatu hari dia berkata pada anaknya,
“Nak, tuntutlah ilmu. Aku yg mencukupimu dengan tenunanku. Nak, jika kamu telah menulis sepuluh hadits, maka lihatlah jiwamu apakah ia bertambah takut, lembut dan wibawa. Jika kamu tidak melihat itu ketahuilah bahwa ia membahayakanmu dan tidak manfaat bagimu.”
Dan lahirlah seorang pakar ilmu besar bidang hadits dan faqihnya Arab. Sufyan ats Tsauri rahimahullah.
(Ibu yang berjuang membiayai pendidikan anaknya dan membimbing dengan nasehat mahalnya)

Seorang ibu. Dia hampir tak pernah melewatkan malam-malamnya untuk menangis dan berdoa dalam qiyamnya. Hingga suatu hari ibu ini bermimpi melihat Nabi Ibrahim yg memberi kabar gembira hasil banyaknya doa dan derasnya air mata. Kabar gembira tentang anaknya yg bisa melihat kembali setelah buta sejak kecil. Dan benar pagi itu, anaknya bisa melihat.
Di usia anaknya yang ke-16 tahun, ibu ini mengantarkannya ke Mekah untuk haji sekaligus duduk di pusat ilmu Islam. Agar kelak ia pulang menjadi amirul mukminin bidang hadits. Beliau adalah Imam Al Bukhari rahimahullah.
(Ibu yang membangun kesholihannya untuk anaknya dan mengawal pendidikannya)

Barangkali, tulisan Ustadz Budi Ashari, LC diatas adalah gambaran bagaimana kondisi ruh dan juga semnagat seorang Ibu -jaman dahulu- dalam membangun generasi Islam. Ada semangat didalamnya, ada harapan, dan juga pengorbanan besar yang dilakukan, demi anak-anaknya. Jauh diatas itu, mereka semua memiliki satu kesamaan besar, mereka adalah wanita sholelah.

Lalu mari kita berkata jujur pada diri kita, pada hati kita yang paling dalam. Apa bedanya seorang (calon) Ibu hari ini dan jaman dahulu?
Iman.

Kita barangkali rindu akan kejayaan Islam, kita rindu akan lahirnya Ulama hebat yang mampu menjadi penerang umat ditengah gelapnya umat islam hari ini. Kita rindu, Muhammad Alfatih ditengah langkanya pemimpin muslim yang ideal. Kita rindu, Imam Syafii ditengah langkanya ulama yang mempresentasikan islam dengan benar. Kita rindu, saat Islam menjadi pusat dari segala peradaban didunia. Barangkali kita memang rindu. Tapi pertanyaan yang penting adalah, bagaimana kita bisa mengobati kerinduan itu?

Islam, adalah agama yang tuntas. Agama yang memberikan jawaban atas segala hal yang menjadi permasalahan manusia dari jaman ke jaman. Mari kita cermati perkataan Imam Malik dibawah ini,
لَا يُصْلِحُ آخِرَ هذِهِ الأُمَّةِ إِلَّا مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا

“Tidak ada yang dapat memperbaiki generasi akhir umat ini, kecuali apa yang telah memperbaiki generasi awalnya”

 

Maka, kita harus bertanya kembali, “Dengan jalan apa Umat Islam jaman lalu bisa menjadi umat terbaik?”

Kata Ustadz Budi Ashari, LC dalam sebuah ceramahnya menjawab, tidaklah umat terdahulu itu baik kecuali melalui pendidikan. Dan tebak, siapa yang menjalankan pendidikan paling pertama bagi seorang anak dalam islam?
Ibulah jawabannya.

Jika kita belum baik, maka memperbaiki diri sambil memberikan wasilah pendidikan bagi anak adalah jawabanya. Jangan hanya memilih sekolah berdasarkan favoritnya, tapi tentang kualitasnya. Pendidikan model apa yang diajarkan, berdasarkan Alquran dan As-Sunnah atau tidak?
Kita punya Pendidikan ala Pesantren yang sangat bisa membentuk karakter dan juga akhlak yang sesuai Quran.

Maka, untukmu calon Ibu, mari sama-sama memperbaiki diri untuk kembalinya Islam ke masa kejayaan. Untukmu calon Ayah, marilah memilih calon Ibu terbaik untuk anak-anakmu kelak.

 

13 Comments

Leave a Comment

*

*