Home
Hidup Sederhana Ala Rasulullah

Hidup Sederhana Ala Rasulullah

Salah satu teladan hidup yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW adalah hidup ikhlas dan sederhana. Dua hal tersebut dapat saling melengkapi agar memperoleh berkah dari Allah SWT. Orang yang hidup ikhlas dan sederhana akan merasa cukup atas karunia Allah SWT, bersyukur, tidak mengeluh, serta tidak berlebihan dalam menampilkan diri, ataupun kelewat konsumtif dalam kehidupan sehari-harinya.

Perintah hidup ikhlas dan sederhana ini tertuang dalam Alquran surah Al-Furqan ayat 67 sebagai berikut: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan [harta], mereka tidak berlebihan, dan tidak [pula] kikir, di antara keduanya secara wajar,” (QS. Al-Furqān[25]: 67).

Penjelasan mengenai hidup ikhlas dan sederhana adalah sebagai berikut: Ikhlas dalam Hidup dan Beramal Saleh Ikhlas adalah perilaku hati yang tak kasat mata.

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2017) yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ikhlas dinyatakan sebagai kebersihan dan kesucian hati kepada Allah SWT. Hidup yang ikhlas adalah hidup yang dijalani untuk menerapkan perintah dan ajaran Allah SWT, bukan untuk memperoleh pujian, imbalan, ataupun mencari perhatian orang lain. Tujuan hidup menurut Islam adalah untuk beribadah kepada-Nya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku,” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56).
Dilansir dari NU Online, ikhlas sendiri mempunyai tiga tingkatan. Tiga tingkatan ini menunjukkan level tertinggi hingga level terendah dari ikhlas sebagai berikut:

1. Mengharapkan Rida Allah SWT Semata
Tingkatan tertinggi dalam ikhlas adalah mengharapkan rida Allah SWT, serta tidak terbersit sedikit pun rasa ingin mencari imbalan atau perhatian orang lain, baik itu pujian, simpati, harta, dan lain sebagainya.

2. Mengharapkan Surga dan Minta Dihindarkan dari Neraka

Dalam Alquran, Allah SWT sudah menjanjikan bagi hambanya yang berbuat baik dan beramal saleh akan memperoleh surga dan terhindar dari neraka. Karena itu, seorang muslim yang beramal dan mengharapkan balasan akhirat dari Allah SWT masih dikategorikan ikhlas.

3. Mengharapkan Berkah Dunia dari Allah SWT
Tingkatan ketiga dan yang terendah dari ikhlas adalah mencari keutamaan dunia yang sudah Allah SWT janjikan. Sebagai misal, Rasulullah SWT bersabda dalam hadis qudsi bahwa seorang muslim yang salat Duha, maka ia akan diluaskan hartanya.

“Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya akan Aku [Allah SWT] cukupkan untukmu [rezeki] di sepanjang hari itu,” (HR. Ahmad).

Berdasarkan hal itu, seorang hamba yang melakukan ibadah dan mengharapkan janji duniawi masih tergolong ikhlas, asalkan tidak mencari imbalan atau perhatian dari selain Allah SWT.

Hidup sederhana tidak selalu berada dalam kemiskinan, melainkan merasa puas, bersyukur, serta menghindar dari sikap berlebihan. Dalam istilah modern, hidup sederhana dapat dilakukan dengan menerapkan gaya minimalis. Artinya, barang-barang dibeli atau mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan, bukan terus menuruti keinginan yang tak ada habis-habisnya.
Dalam uraian “Bahagia Hidup Sederhana” yang diterbitkan Kementerian Agama RI, dinyatakan bahwa sikap sederhana dalam Islam bermakna kanaah, yang artinya menerima keadaan dengan ikhlas, bersabar dalam kesusahan, dan bersyukur ketika diberi nikmat dan keberuntungan.

Lawan sikap sederhana adalah perbuatan boros yang diimbau agar dihindari setiap muslim, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya,” (Q.S. Al-Isra[17]: 27). Hidup ikhlas dan sederhana bukan berarti menerima tekanan hidup begitu saja, abai berusaha, bukan juga bermalas-malasan, dan pasrah menerima takdir. Hidup ikhlas dan sederhana dilakukan dengan berniat, berusaha, ikhtiar sesuai kemampuannya dengan maksimal, serta diiringi dengan tawakal kepada Allah SWT.

Rasulullah SAW adalah  sosok manusia sempurna: pemimpin umat, penguasa jazirah Arab, bahkan Allah SWT telah menjamin surganya untuknya.  Dengan status yang sedemikin tinggi dan terhormat, sesungguhnya apa yang diinginkan Rasulullah, tentu tak sulit untuk dikabulkan, baik oleh Allah SWT maupun umatnya.

Bahkan, dalam sebuah riwayat, Allah SWT pernah menawarkan emas sebanyak butiran pasir di gurun kota Makkah kepada Rasulullah. Nabi Muhammad SAW bisa  saja merengkuh segala kesenangan dunia itu; harta, dan kekayaan materi. Namun, Rasulullah adalah sosok teladan yang mulia.
Ia tak pernah silau dengan  kenikmatan duniawi. Nabi SAW lebih memilih kehidupan yang sederhana. Hal itu tecermin dari jawaban Rasulullah atas buiran emas yang ditawarkan Sang Khalik kepadanya. ”Tidak, ya Tuhanku, lebih baik aku lapar sehari, dan kenyang sehari. Bila kenyang, aku bersyukur memuji dan memuja-Mu, dan jika lapar aku akan meratap berdoa kepada-Mu.”
Maka tak heran, kehidupan pribadi dan rumah tangga Rasulullah banyak diisi dengan kisah kesederhanaan.

Sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim menggambarkan secara jelas sifat zuhud serta kesederhanaan Nabi. Pada suatu hari, sahabat Umar bin Khatthab menemui Rasulullah di kamarnya.
Di sana, Umar melihat Rasul sedang berbaring di atas sebuah tikar kasar, dan hanya berselimutkan kain sarung. Kemudian, terlihatlah guratan tikar yang membekas di tubuh Rasulullah SAW. Umar pun melayangkan pandang ke sekeliling kamar.

Dilihatnya segenggam gandum seberat kira-kira satu sha’, daun penyamak kulit, dan sehelai kulit binatang. Menyaksikan kesederhanaan Rasulullah SAW,  Umar pun tak kuasa menahan air matanya. ”Apa yang membuatmu menangis, ya putra Khattab?” ujar Rasulullah bertanya kepada Umar.

Umar pun menjawab, ”Bagaimana aku tak menangis, ya Rasul, di pinggangmu tampak bekas guratan tikar, dan di kamar ini aku tidak melihat apa-apa, selain yang telah aku lihat. Sementara raja Romawi dan Persia bergelimang buah-buahan dan harta, sedang engkau utusan Allah SWT.”

Rasulullah pun bersabda, ”Wahai putra Khattab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka?” Rasulullah dan keluarganya menerapkan hidup sederhana. Sebagai pemimpin umat, Rasulullah mengajarkan umatnya untuk senantiasa mensyukuri setiap rezeki halal yang dianugerahkan Sang Pencipta.
Saat wafatnya pun, Nabi tidak meninggalkan warisan berupa harta benda. Hanya dua hal yang ia wariskan untuk umatnya, yakni Alquran dan sunah. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah kerap mengingatkan agar umatnya tak menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup.

Nabi SAW mengumpamakan kehidupan dunia bagaikan berjalan di hari panas, lalu berhenti sejenak sekadar beristirahat, dan tidak lama lagi tempat itu akan ditinggalkan. Jadi, dengan kata lain, Islam adalah agama yang berlandaskan nilai kesederhanaan yang tinggi, seperti dicontohkan Rasulullah tadi.

Dari pengertian ini, sederhana adalah sikap yang mengedepankan kebijaksanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak berlebihan, atau menghamba materi. Dengan itu, seseorang dapat memilah mana yang harus menjadi prioritas, baik perhatian, tenaga maupun harta.Sebaliknya, jika tidak memiliki kebijaksanaan, seseorang cenderung mengikuti hawa nafsu yang justru dapat menjerumuskannya dalam kesengsaraan dunia dan akhirat.

9 Comments

Leave a Comment

*

*