Home
AL-QUR’AN, ANTARA KETENANGAN DAN KEGELISAHAN

AL-QUR’AN, ANTARA KETENANGAN DAN KEGELISAHAN

 

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” [QS. Ar-Ra’d: 28]

Sungguh mengherankan mereka yang menghafal Al-Qur’an, tapi hafalannya menjadi sumber kegelisahan. Semakin banyak hafalan semakin gelisah. Sebabnya sederhana, karena Al-Qur’an dihafal sebatas ‘ingin selesai’. Alhasil, saat hafalan semakin bertambah stress pun meningkat. Sebab beban bertumpuk memikirkan hafalan lain yang tak kunjung lancar.

Siklus semacam ini harus dihentikan. Al-Qur’an, sebagaimana fungsinya, harus menjadi ketenangan. Maka tujuan menghafal sejak awal harus benar. Menghafal bukan lagi fokus pada ‘selesai’, tapi yang terpenting adalah INGIN SENANTIASA DEKAT DENGAN ALLAH.

Jika mindset nya sudah seperti itu, tak ada lagi celah gelisah untuk datang. Bahkan saat hafalan tak kunjung selesai, hati akan tetap tenang, sebab sekarang, kita lebih bahagia menikmati masa-masa bersama Al-Qur’an, bahkan berharap kebahagiaan tersebut takkan pernah berakhir.

Pada akhirnya, menghafal bukan tentang ‘siapa yang cepat selesai’, melainkan ‘siapa yang sanggup bertahan’.

KAPAN HAFALAN SAYA LANCAR?

Mungkin kamu termasuk yang berkali-kali mempertanyakan “kapan hafalan saya bisa lancar?”

Karena itu, izinkan saya menyampaikan ini.

Kamu tak pernah berhak mempertanyakan itu. Menurutmu barangkali pertanyaan tersebut sederhana dan terdengar hanya menyalahkan diri sendiri, tapi sejatinya ia tertuju begitu lancang kepada Allah. Terdengar sangat sombong. Ya, sebab, menjadikan ‘lancar’ hanyalah wewenang dan tugas Allah.

Tugas kita menghafalkan, sedangkan hasil yang akan kita dapatkan sama sekali bukan wewenang manusia. Ada yang sudah menghafalkan 3 tahun, tapi baru mendapatkan 3 juz. Sebaliknya, ada yang menghafalkan 3 bulan, tapi sudah selesai 30 juz.

Iya. Memang begitu, sebab hafalan datangnya dari Allah. Kita hanya berusaha membuka jalan, tapi keputusan hasil mutlak dari Allah. Begitu juga tentang ‘kapan hafalan saya lancar.’

Tak perlu mempertanyakan itu, sebab ianya bukan urusuanmu. Lakukan saja yang menjadi tugasmu: berjuang dan bersungguh-sungguh. Kita terbiasa sibuk mengurusi sesuatu yang bukan urusan kita, sampai lupa bahwa kita belum mengerjakan tugas dengan benar. Ini masalahnya.

لَا يُسۡـَٔلُ عَمَّا يَفۡعَلُ وَهُمۡ يُسۡـَٔلُونَ

Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya. [QS. Al-Anbiya’, Ayat 23]

Allah tidak pantas ditanya tentang apa yang Ia lakukan, sebab Ia Maha Tahu, tapi kitalah yang mestinya ditanya, sebab manusia memang begitu lemah dan selalu terburu-buru. Ingat selalu itu.

Pertanyaan yang lebih layak dilontarkan mestinya, “Sudahkah saya berjuang dengan benar?” Karena inilah sejatinya tugas kita.

Pertanyaanmu tentang “kapan hafalan saya lancar?” Lebih terdengar seperti ungkapan “Saya sudah berjuang begitu baik, lalu kapan Allah menepati janji-Nya!?”

Tak perlu protes. Allah lebih tahu kapan pelangi harus muncul, kapan ulat menjadi kupu-kupu, pun juga kapan hafalanmu layak ‘lancar’.

Mempertanyakan itu, hanya terdengar seperti protesmu kepada teman sekelas yang belum mengerjakan PR, padahal kamu sendiri pun belum mengerjakannya. Yang benar saja.

16 Comments

Leave a Comment

*

*